KONSEP
TAQWA
Taqwa
1.
Pengertian Taqwa
Taqwa artinya takut, menjaga, memelihara dan
melindungi. Sedangkan menurut istilah Taqwa adalah sikap memelihara keimanan
yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Baqarah : 177 yaitu:
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi
dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.
Bepijak dari ayat diatas bahwa karakteristik
orang-orang yang bertaqwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu:
a. Iman kapada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi. Dengan
kata lain bahwa instrumen ketaqwaan yang pertama adalah memelihara fitrah iman.
b. Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim,
orang miskin, orang-orang yang terputus di perjalanan, orang-orang yang
meminta-minta, oran g-orang
yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba
sahaya. Indikator taqwa yang dapat dilihat adalah mencintai sesama umat manusia
yang diwujudkan melalui kesanggupan mengobankan harta.
c. Mendirikan shalat, menunaikan zakat. Dengan kata lain bahwa umat
Islam wajib memelihara ibdah formal yang diwajibkan kepada mereka.
d. Menepati janji, dalam arti kata bahwa umat Islam wajib memelihara
kehormatan dirinya.
e. Saba r di saat
kepayahan, kesudahan dan di waktu perang, dengan kata lain semangat perjuangan.
Karakteristik yang lima ini dapat disarikan menjadi dua kelompok
yaitu:
a.
Sikap konsisten memelihara
hubungan secara vertikat dengan Allah SWT. Hal ini diwujudkan melalui tekad dan
keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap
ketentuan dan aturan yang dibuat oleh Allah SWT.
b.
Memelihara hubungan secara
horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia yang
diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan.
Jadi taqwa meliputi seluruh aspek dalam
kehidupan manusia baik keyakinan, ucapan maupun perbuatan yang mencerminkan
konsistensi seseorang terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian bawah
taqwa merupakan nilai tertinggi yang hendak dicapai oleh setiap muslim. Hal tiu
sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Hujurat : 13 yaitu;
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
2. Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa adalah orang yang
menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan Allah SWT
setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi
kendali dirinya sehingga dapat menghindar dari kejahatan dan kemungkaran dan
membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Oleh sebab itu ketaqwaan
adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai
dari melaksanakan tugas perhambaan dengan melaksanakan ibadah secara
sungguh-sungguh dan ikhlas. Ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam akan
berbekas kepada dirinya yaitu shalat;
(bekas dari shalat adalah mencegah keji dan mungkar), puasa; (bekas dari puasa
shalat adalah sabar dan mengendalikan diri), zakat; (bekas dari zakat adalah peduli dan menjauhkan diri dari
ketamakan serta kerakusan), hajji; (bekas dari hajji adalah persamaan,
menjauhkan diri dari takabur dan memerdekan diri kepada Allah.
Jika seseorang sudah menjalin hubungan
dengan Allah secara terus menerus maka orang itu tidak akan mau meninggalkan
perintah dan mengerjakan larangan-Nya. Dengan demikian yang dicari oleh manusia
adalah keredhaan, kecintaan dan pertolongan dari Allah SWT. Hal itu akan
mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Kemudian Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada manusia yang artinya: Aku
tinggalkan bagi kalian dua hal, apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya,
maka kalian tidak akan sesat. Dua hal tersebut adalah kitab Allah dan sunnah
rasul-Nya.
3. Hubungan dengan sesama manusia
Hubungan dengan sesama manusia terbagi
kepada dua kelompok yaitu hubungan manusia dengan keluarga dan masyarakat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut;
a.
Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga terbagi dua yaitu
berbakti kepada kedua oran g
tua dan menyayangi keluarga.
1)
Berbakti kepada kedua oran g tua
Hubungan anak dengan oran g tua merupakan hubungan yang istimewa dan
terkait erat dengan pernikahan dan pewarisan. Seorang anak dilahirkan dengan
perjuangan dan pengorbanan yang berat dari ayah dan ibunya, oleh sebab itu anak
diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua ibu dan bapak. Hal itu sesuai dengan
firman Allah dalam surat
Lukman : 14 yaitu:
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Kemudian Rasulullah menyatakan bahwa anak
wajib berbuat baik kepada ibu dan bapaknya, yang artinya: Abdullah bin Mas’ud
berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah SAW; Apakah amal perbuatan yang lebih
disukai oleh Allah ?. Jawab Nabi; Shalat pada waktunya. Aku bertanya; kemudian
apa lagi ?. Jawab Nabi; Berbakti kepada kedua orang tua, kemudian apa ?. Jawab
beliau: Jihad di jalan Allah. (HR. Mutafaq alaih).
Berbuat kepada ibu dan bapak adalah ungkapan rasa
terima kasih kepadanya karena keduanya telah berusaha dengan kuat tenaga bahkan
sampai mempertaruhkan nyawa. Hal itu dapat dilihat ketika ibu mengandung, melahirkan
dan menyusui anak yang dicintainya, sedangkan bapak berusaha mencarikan nafkah
untuk kelangsungan hidup berumah tangga. Dengan demikian maka semua perintah
orang tua wajib dipetuhi selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan
jangan sekali-kali mengucapkan kata-kata yang merusak hati keduanya. Sesuai
dengan firman Allah dalam surat
Al-Isra’ : 23 yaitu:
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
2)
Menyayangi keluarga
Menyayangi keluarga merupakan salah satu
aktualisasi ajaran Islam yang harus ditampilkan dalam perilaku seorang muslim.
Menyayangi keluarga ditampilkan dalam bentuk pemberian kasih sayang kepada
seluruh anggota keluarga. Kasih sayang tidak selalu dilahirkan dalam bentuk
pemberian materi, tetapi yang lebih penting adalah memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh, sehingga kasih sayang dapat dirasakan oleh keluarga. Kondisi
yang terjadi dalam masyarakat modern kadangkala bertolak belakang dengan ajaran
Islam. Hal itu terjadi karena kesibukkan masing-masing anggota keluarga
sehingga terjadi perselingkuhan dan anak-anak tidak terawat dan terbina.
Kondisi yang menyebabkan terungkapnya kata-kata; rumahku bagaikan neraka bagiku (Al-Baiti Naari).
Islam menganjurkan umatnya untuk menjadikan
keluarga sebagai tempat yang penuh kedamaian (sakinah) melalui pemupukkan
perhatian dan kasih sayang, sehingga seluruh anggota keluarga, baik suami,
isteri maupun anak-anak tidak mencari perhatian dan kasih sayang di luar rumah.
b.
Hubungan dengan masyarakat
1)
Menegakkan keadilan
Adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Menegakkan keadilan merupakan bentuk aktualisasi ajaran Islam dalam
hubungan seorang muslim dengan masyarakat. Adil merupakan kebutuhan azasi
setiap orang dan setiap muslim senantiasa menjaga hak azasi ini dengan cara
berpihak kepada keadilan dan berusaha menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl : 90 yaitu:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
2)
Amar makruf nahyi munkar
Menegakkan amar makruf nahyi munkar
merupakan aktualisasi dalam rangka menegakkan kebenaran dan menghindari
kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Amar makruf adalah
keberpihakan seorang muslim terhadap kebenaran, kendatipun kebenaran itu dapat
merugikan dirinya. Sabda Nabi yang artinya; Katakanlah yang benar itu walaupun
pahit rasanya.
Menegakkan kebenaran dan mencegah
kemungkaran itu dinyatakan oleh Allah dalam surat Ali Imran : 104 yaitu;
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
3)
Menyebarkan rahmat dan kasih
sayang
Hubungan yang baik atas dasar kasih sayang
terhadap sesama manusia ini menjadi ciri dari umat Islam, karena salah satu
misi yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW adalah memberi rahmat bagi seluruh
alam. Oleh sebab itu setiap muslim harus mengemban misi ini yaitu memberi
rahmat bagi sesama dan seluruh alam. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Anbiya’ : 107
yaitu;
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Kasih sayang yang didasarkan karena Allah
akan melahirkan banyak perbuatan baik dan bermanfaat bagi oran g banyak baik diminta maupun tidak
diminta. Jika umat Islam sudah menyebarkan rahmat dan kasih sayang kepada
sesama manusia maka hal itu akan dapat menghindarkan diri dari sifat-sifat
sombong, angkuh, fitnah dan zuudzan serta sifat-sifat jahat lainnya.
4. Hubungan dengan diri sendiri
a.
Memelihara kehormatan diri
Hubungan dengan diri sendiri dilakukan melalui
upaya menjaga dan memelihara kehormatan diri yaitu menjaga kesucian diri dengan
menghindari makanan dan minuman yang haram, mencari kehidupan dengan jalan yang
halal dan menghindarkan diri dari perbuatan yang haram. Disamping itu maka
kesucian diri sendiri dapat di jaga dengan memelihara diri dari pernikahan yang
sah, menghindari dari perzinaan dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada
perbuatan zina. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Israa’: 32 yaitu;
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk.
Kemudian untuk memelihara kehormatan diri
sendiri dapat juga dilaksanakan dengan mengendalikan hawa nafsu yang membawa
manusia kepada tindakan yang jahat. Hal itu dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-A’faaf : 176
yaitu;
Artinya: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami
tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia
dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.
b.
Saba r
Sabar pada dasarnya adalah interaksi
seseorang dengan dirinya sendiri, ia merupakan sikap diri dari hasil proses
pendidikan dan penghayatan yang mendalam terhadap nilai-nilai yang tersimpan
dalam wahyu Allah dan dalam kehidupan nyata melalui pengalaman hidup. Sabar
merupakan sikap yang lahir dari penyerahan diri secara total kepada Allah,
karena itu maka sabar tidak pernah dapat dipisahkan dari keyakinan tentang
kekuasaan Allah. Umat Islam harus memiliki kesabaran baik dalam melaksanakan
perintah Allah maupun dalam menghadapi halangan, tantangan, rintangan dan
gangguan yang dialaminya dalam menjalani bahtera hidup dan kehidupan di dunia yang
fana. Hal itu dinyatakan oleh Allah dalam surat
Al-Baqarah : 45 yaitu;
Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu'.
Kemudian
dalam surat
Al-Baqarah : 153 yaitu;
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.
c.
Syukur
Syukur merupakan aktualisasi ajaran Islam
terhadap diri sendiri, yaitu menumbuhkan sikap berterima kasih atas apa yang
diperolehnya dari Allah dan manusia. Syukur yang paling tinggi nilainya adalah
menysukuri nikmat Allah melalui perbuatan, yakni menggunakan nikmat yang
diberikan Allah sesuai dengan keharusannya. Bersyukur karena sudah menjadi
mahasiswa maka gunakanlah kesempatan itu untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmat yang sudah diberikannya
kepada manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Ibrahim : 7 yaitu;
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih."
Jadi bersyukur kepada kebaikan orang lain
merupakan ungkapan terima kasih kepada oran g
yang memberi kebaikan itu. Oleh sebab itu kebaikan wajib dibalas dengan
kebaikan dan yang paling baik adalah kejahatan di balas dengan kebaikkan.
d.
Istiqamah
Istiqamah adalah tegak berdiri di atas
prinsip kebenaran yang diyakininya. Istiqamah merupakan sikap hidup yang mampu
berdiri di atas tauhid dan mendorong dirinya untuk senantiasa konsisten dengan
prinsip itu dalam kondisi dan situasi apapun. Sifat ini dapat melekat pada diri
seorang muslim apabila dia telah benar-benar beriman dan seluruh kehidupannya
dirujuk hanya kepada Allah. Hal ini dapat dilihat dari kisah yang terjadi di
pada Ramlah bin Abi Shofyan yaitu:
Ramlah bin Abi Shofyan adalah salah
seorang wanita muslim yang ikut hijrah pertama ke Ethiopia . Ia didampingi oleh suami
yang sangat dicintainya, yaitu Abdullah bin Jahsy; seorang pria yang baru saja
masuk Islam karena dorongan cintanya kepada Ramlah. Ramlah pergi dengan suami
dan sahabat-sahabatnya yang muslim dengan penuh kesengsaraan dan penderitaan
serta ancaman pembunuhan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin yang hijrah. Ia
memilih pergi meninggalkan orang tua dan keluarganya yang kaya dan bergelimang
harta dan kedudukan yang terhormat di kota Mekah, semata-mata mempertahankan
imannya terhadap ajaran Rasulullah. Ancaman dan kesengsaraan yang menimpa kaum
Muhajirin itu ternyata mampu pelunturkan iman Abdullah bin Jahsy, sehingga
suatu hari ia meninggalkan isterinya dan berkata: Ramlah ! sekarang begini
saja, aku tidak tahan lagi hidup seperti ini, karena itu sekarang pilih olehmu,
apakah kamu akan mengikuti aku atau masuk Nasrani atau bercerai!. Ramlah kaget,
kata-kata suaminya bagaikan sambaran halilintar di siang bolong, ia tertunduk
kepedihan menyelimuti hatinya. Ia benar-benar tepojok, di saat ia dalam derita,
ujian itu datang bertubi-tubi. Ia pergi meninggalkan kemuliaan dirinya di Mekah
karena dorongan iman dan kasih sayang suaminya, kini kasih sayang itu telah
sirna pula. Ikut suaminya masuk Nasrani, kembali ke Mekah menjadi kafir atau
hidup sebatang kara di negeri orang dengan tetap mempertahankan iman. Hal itu
merupakan pilihan yang teramat sulit untuk dipilih oleh seorang perempuan.
Dalam suasana itu, Ramlah, seorang perempuan lemah itu kemudian dengan tegar
berkata: “Baiklah, cintaku, hidupku dan
matiku telah kuserahkan kepada Allah, karena itu aku akan berangkat sekarang
juga, aku akan pergi meninggalkan dirimu dan keyakinanmu, biarkan aku dalam
lapar dan dahaga, karena aku bahagia dalam pelukan iman”.
Dari kisah itu dapat disimpulkan bahwa
seorang perempuan yang diuji dengan ujian yang sangat berat dan dia rela
meninggalkan suaminya yang murtad dan orang tuanya yang kafir. Kemudian dia menetapkan
memilih mengikuti kebenaran yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi dia
tetap Istiqamah dengan keputusan yang benar yaitu beriman kepada Allah dan
Rasulullah.
5. Hubungan dengan lingkungan hidup
a.
Mengelola dan memelihara alam
Makhluk Allah yang paling sempurna
diciptakan oleh Allah adalah manusia, sebab manusia itu dibekali dengan akal
dan nafsu. Akal yang diberikan itu digunakan untuk memikirkan kehidupannya di
dunia dan akhirat. Kemudain dengan akal itu Allah berikan tugas kepada manusia
untuk mengelola dan memelihara alam. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Huud : 61 yang
berbunyi;
Artinya:
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya,
karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya
Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Manusia yang memakmurkan
alam artinya bahwa manusia yang dianugerahi akal dan pikiran wajar dia diperintah
untuk mengelola sumber daya alam. Sumber daya alam dan sumber daya manusia
perlu digali sedemikian rupa sehingga manusia bisa mengembangkan potensi yang
dimilikinya guna melangsungkan hidup dan kehidupannya di dunia. Sesuai dengan
Firman Allah dalam surat
Al-A’raaf : 10 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.
Dunia yang fana ini tempat
manusia berkiprah dan mengembangkan potensi akalnya untuk mencari kebahagiaan
di dunia tetapi jangan lupakan kehidupannya di akhirat. Hal itu sesuai dengan
Firman Allah dalam surat
Al-Qashash : 77 yang berbunyi;
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.
b.
Menjaga dan melestarikan alam
Manusia adalah makhluk yang sempurna dengan
kemampuan akal, qalbu dan nilai-nilai yang diberikan oleh Allah guna membentuk
hubungan yang harmonis dengan alam dan lingkungannya.
Islam memberi dorongan kepada manusia untuk
menjaga alam dan lingkungan hidup karena manusia punya akal dan kepribadian. Hal
itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat
Al-Anbiya’ : 107 yaitu:
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
Alam yang sudah dibentangkan oleh Allah
untuk keperluan hidup manusia di dunia, kadang kala manusia tersebut tidak
bertanggung jawab dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. Kerusakan yang
dilaksanakan oleh manusia baik di darat maupun di laut. Hal itu sesuai dengan
firman Allah dalam surat
Ar-Ruum : 41 yaitu:
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).
Soal-soal:
1.
Jelaskan karakteristik yang
dimiliki oleh orang yang bertaqwa kepada Allah SWT!
2.
Kenapa seseorang harus berbakti
kepada ibu dan bapak ?
3.
Kenapa alam ini harus
dilestarikan ?