Lubang Jepang
Bukittinggi (juga dieja Lobang Jepang) adalah salah satu objek wisata sejarah
yang ada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Lubang Jepang
merupakan sebuah terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun tentara
pendudukan Jepang sekitar tahun 1942 untuk kepentingan pertahanan.
Sebelumnya,
Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan
perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan
berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus
terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang
penyergapan, penjara, dan gudang senjata.
Selain lokasinya
yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatera
Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang
jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera
Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowongan.
Diperkirakan
puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari
pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan
tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk
menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri
dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau
Biak.
Lubang Jepang
mulai dikelola menjadi objek wisata sejarah pada tahun 1984, oleh pemerintah
kota Bukittinggi . Beberapa pintu masuk ke Lubang Jepang ini diantaranya
terletak pada kawasan Ngarai Sianok, Taman Panorama, di samping Istana Bung
Hatta dan di Kebun Binatang Bukittinggi.
Lobang Jepang di
Bukittinggi merupakan salah satu lubang yang terpanjang di Asia mencapai lebih
dari 6 kilometer dan beberapa tembus di sekitar kawasan Ngarai Sianok, Jam
gadang yang terletak di samping Istana Bung Hatta, dan juga di Benteng Fort De
Kock yang masuk di wilayah Kebun Binatang Bukittinggi.
Saat ditemukan
pertama kali pada awal tahun 1950, pintu Lobang Jepang hanya 20 cm dengan
kedalaman 64 meter. Lalu setelah dikelola dan dibuka secara umum oleh
pemerintahan setempat pada tahun 1984, mulut lubang tersebut dibuat lebih
nyaman untuk dilalui.
"Ada 21
lorong kecil yang fungsinya bermacam-macam mulai sebagai ruang amunisi, ruang pertemuan,
pintu pelarian, ruang penyergapan serta penjara. Namun yang menyeramkan adalah
ruang dapur yang juga difungsikan untuk memotong-motong tahanan yang sudah
tewas lalu dibuang melalui lubang air ke bawah,"
Ruang dapur
sendiri berada tepat di sebelah ruang penjara. Lubang kecil yang berada di
ujung bawah dapur. "Tahanan yang tewas akan dipotong-potong di meja itu
lalu potongannya dibuang di lubang ini. Mengapa dipotong? Agar tidak nyangkut
di lubang yang mengarah ke Ngarai Sianok sehingga jasadnya akan sulit
ditemukan. Nah kalau bagian atas ini adalah menara pengintai, “
"Memang sengaja ditutup dengan trali besi," .
Ia juga menunjukkan kontur dinding lubang yang dibuat tidak merata dan berceruk. Fungsi dari cerukan tersebut adalah agar suara dalam lubang tidak bergema. "Jadi jika ada tahanan yang disiksa maka suaranya ya hanya sebatas lorong ini saja.
"Memang sengaja ditutup dengan trali besi," .
Ia juga menunjukkan kontur dinding lubang yang dibuat tidak merata dan berceruk. Fungsi dari cerukan tersebut adalah agar suara dalam lubang tidak bergema. "Jadi jika ada tahanan yang disiksa maka suaranya ya hanya sebatas lorong ini saja.
Lubang penjara yang sudah ditutup bagian ujungnya. "Dulu di sini bukan hanya untuk memenjarakan mereka yang melawan dan tidak mau bekerja. Penjara ini juga berfungsi untuk memenjarakan perempuan-perempuan sebagai budak seks Jepang. Mereka tidak diberi makan berhari-hari sehingga banyak yang tewas," jelasnya.
Saat belum dibuka untuk umum, masyarakat banyak menemukan tengkorak dan alat untuk membangun seperti cangkul. Termasuk juga peralatan makanan yang terbuat dari batok kelapa dan bambu. "Semuanya sudah dimuseumkan,"